MENGEMBALIKAN KHITTAH SISTEM MADRASAH DI PESANTREN

MENGEMBALIKAN KHITTAH SISTEM MADRASAH DI PESANTREN

Oleh. Sunandar, S.Si
(Kepala MA Ponpes Diniyyah Muarabungo)

Sistem
madrasah merupakan sistem yang sangat unik untuk dikembangkan di lingkungan pondok pesantren. Perpaduan yang sangat dinamis antara kurikulum Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), Departemen Agama (Depag) dan keilmuaan pesantren sangat menunjang pembentukan karakter-karakter santri dalam menghadapi tantangan arus globalisasi. Menurut Karel A Stenbrink dalam bukunya “Pesantren, Madrasah dan Sekolah” bahwa perpaduan kurikulum tersebut merupakan solusi dari umat Islam sejak awal abad 20 untuk menjembatani pendidikan agama yang terkandung dalam kitab kuning dengan pengetahuan sains dan teknologi yang dikuasai dunia barat.
Sebagai sistem perpaduan, akhir-akhir ini sistem madrasah pondok pesantren sulit menempatkan posisi yang tawazun (seimbang) di antara kurikulum-kurikulum yang ada. Realita di lapangan telah terjadi dominansi salah satu kurikulum tertentu akibat pemberlakuan kebijakan pemerintah. Pemberlakuan standar kelulusan Ujian Nasional (UN) merupakan salah satu arus besar yang mengerus pengembangan kurikulum keilmuan pesantren (baca: kitab kuning). Di lain pihak, sekolah-sekolah dibawah naungan Depag seperti MTsN, MAN, IAIN, dan STAI juga tidak mengikat  penguasaan keilmuan pesantren sebagai syarat masuk ke lembaga-lembaga pendidikan Islam tersebut. Akibatnya kurikulum keilmuan pesantren yang merupakan salah satu pembentuk sistem madrasah menjadi asing di lingkungannya sendiri.
Jangan heran jika ada alumni sistem madrasah paham terhadap persoalan agama tapi tidak paham terhadap kitab kuning. Bahkan yang lebih parah lagi, ada lulusan sistem madrasah yang lebih paham tentang persoalan pengetahuan umum tapi lemah dalam persoalan agama dan keilmuan pesantren. Terutama terjadi pada sekolah-sekolah yang menerapkan sistem madrasah tapi tidak melalui jalur pondok pesantren.
            Apa yang salah pada sistem madrasah di pondok pesantren ? Sebenarnya tidak ada yang salah pada sistem madrasah karena sesuai dengan prinsipnya yang merupakan perpaduan kurikulum Depdiknas, Depag dan keilmuan pesantren. Hanya saja dalam pengembangannya, terjadi ketidakadilan sistem madrasah terhadap keilmuan pesantren akibat kebijakan instansi-instansi yang menaunginya sehingga menyebabkan kurikulum ini menjadi sempit untuk berkembang.
Pihak pondok pesantren seakan dihantui ketakutan tatkala santrinya tidak lulus UN. Lembaga pendidikan Islam favorit dibawah naungan Depag juga ikut-ikutan menjadikan nilai UN sebagai syarat utama penerimaan siswa baru. Sementara keilmuan pesantren dianggap sebagai pelajaran tambahan saja bahkan tidak dianggap syarat penting untuk masuk ke dalam lembaga pendidikan Islam tersebut. Ketakutan inilah yang menyebabkan pengembangan kajian kitab kuning yang menjadi basic keilmuan pesantren menjadi terpinggirkan dari kurikulum lainnya.
            Kitab kuning merupakan kitab yang ditulis para ulama terdahulu (salafy) yang diambil dari  kajian Al quran dan Hadist. Kajian kitab kuning merupakan salah satu syarat utama dalam pendidikan pondok pesantren di Indonesia. Dari kitab inilah nilai-nilai Islam di transformasikan kepada para santri agar terbentuk karakter yang Islami. Prinsip-prinsip yang dikembangkan disini adalah;  1) memiliki kebijaksanaan menurut ajaran Islam. 2) Memiliki kebebasan yang terpimpin. 3) Kemandirian. 4) Memiliki kebersamaan yang tinggi. 5) Penghormatan yang tinggi pada guru. 6) Kesederhanaan. Enam prinsip itulah yang jadi fokus dalam pendidikan keilmuan pesantren. Dalam arti kata, ruhnya pondok pesantren itu berasal dari kitab kuning yang menjadi basic transformasi akhlak santri.
            Adapun kurikulum Depag lebih banyak menitik beratkan pada pengembangan wawasan keagamaan seperti; bidang studi Bahasa Arab, Aqidah Akhlak, FIQH, SKI, dan materi tsaqofiyah (wawasan) lainnya. Sedangkan kurikulum Depdiknas dalam hal ini lebih banyak menitik beratkan pada kajian eksakta dan pengetahuan umum.
            Peran sistem madrasah di pondok pesantren sangat komplek dibandingkan dengan lembaga pendidikan umum dan lembaga pendidikan sistem madrasah yang tidak memakai pondok pesantren (baca: MTsN dan MAN). Posisi kurikulum keilmuan pesantren yang merupakan salah satu penyusun sistem madrasah akan sangat membantu pembentukan akhlak santri. Sayangnya, kurikulum keilmuan pesantren berbasis kitab kuning ini masih  belum cukup banyak diterapkan terfokus oleh pondok pesantren. Kalaupun ada hanya dilakukan sebatas sambilan dimana tidak seperti fokus pada persiapan UN. Bahkan ada pondok pesantren yang tidak menerapkan sama sekali kajian kitab kuning ini.
Ketika kurikulum ini tidak diterapkan maka posisi MTs dan MA yang ada di dalam pondok pesantren tak jauh berbeda dengan sistem madrasah tanpa pesantren. Kualitas lulusan pendidikan sistem madrasah yang seperti ini juga tak jauh berbeda dengan lembaga pendidikan sekuler (sekolah umum). Perbedaan itu terlihat pada saat santri lulusan pondok pesantren diminta mengisi pengajian agama di tengah masyarakat. Bagi kalangan Islam tradisional dan kalangan Nahdlatul Ulama (NU) yang menjadi mayoritas umat Islam Indonesia, kepahaman seseorang terhadap kitab kuning menjadi syarat kelayakan menjadi kyai, ulama, dan ustadz di tengah masyarakat. Apabila seorang santri lulusan pondok pesantren tidak paham membaca dan memahami kitab kuning maka akan memperburuk image warga padanya. Inilah yang harus dihindari dan dipahami bagi kalangan pondok pesantren dalam mendidik santrinya.
            Kelemahan penerapan sistem madrasah di pondok pesantren harus segera di benah. Tidak boleh ada dikotomi antar kurikulum yang diterapkan. Semuanya harus dianggap mempunyai nilai yang sama bagi pengembangan karakter santri. Santri tidak hanya harus menguasai persoalan agama dan pengetahuan umum saja tapi juga dituntut berakhlak dan berprilaku sesuai tuntutan keilmuan pesantren. Begitu juga sebaliknya, santri tidak hanya dituntut berakhlak Islami saja tapi perlu pengetahuan persoalan agama dan umum agar mampu hidup berdampingan di tengah masyarakat yang modernis ini.
            Langkah-langkah yang perlu diambil untuk menguatkan sistem madrasah ini adalah pembaruan dari sisi pola pengajaran, pengadaan guru spesialisasi di bidangnya dan pengadaan fasilitas fisik dan non fisik.

Pola Pengajaran
Pola pengajaran di pondok ada dua jalur yaitu melalui jalur formal dan informal. Jalur formal dilakukan di dalam kelas dengan aturan-aturan pendukung seperti pakaian, perlengkapan belajar dan penampilan yang harus di taati. Selain itu juga melalui halaqah (seminar). Sedangkan jalur informal dilakukan melalui jalur sorogan (belajar individu), jalsah (diskusi), dan wetonan (belajar secara bersama melalui Kyai).
Perbedaan mencolok selama ini, pola pengajaran kurikulum Depdiknas dan Depag selalu terpaku pada jalur formal. Sedangkan keilmuan pesantren lebih banyak ditransformasikan melalui jalur informal. Masing-masing pola pengajaran tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan. Jalur formal membuat hubungan santri dengan pendidik menjadi kaku sedangkan jalur informal hubungan santri lebih akrab dengan pendidik sehingga mempermudah transformasi ilmu.
Bagi pelajaran-pelajaran yang membutuhkan keseriusan totalitas seperti eksakta dan bahasa dibutuhkan jalur formal. Tapi jalur informal seperi jalsah dapat juga dikembangkan karena terkesan lebih santai dan memudahkan otak santri dalam memahaminya.
Seorang pendidik di lingkungan pondok pesantren tidak boleh membedakan antara yang menangani pengajaran kurikulum Depdiknas, Depag dan keilmuan pesantren. Masing-masing harus bersatu dalam tataran nilai cita-cita pondok sesuai dengan kreatifitas mereka dalam penyampaian materi. Pengajar kurikulum Depdiknas dan Depag sewaktu-waktu dituntut mengajar informal agar pola interaksi santri dengan pendidik menjadi lugas. Dalam hal ini pengajar kurikulum Depdiknas harus menunjukan nilai prilaku yang dianut pondok sebagaimana pengajar kurikulum lainnya juga lebih dituntut. Begitu juga, pengajar keilmuan pesantren juga dituntut mampu mengajar secara formal agar sewaktu-waktu santri mampu menyampaikan informasi melalui jalur formal di tengah masyarakat.  

Pengadaan Guru Spesialisasi
            Pondok pesantren harus mempunyai keberanian dalam menyeleksi tenaga pendidik. Tidak hanya cukup berakhlak Islami tapi juga harus mempunyai kemampuan spesialisasi di bidangnya. Baik itu mencakup materi pada kurikulum Depdiknas, Depag ataupun keilmuan pesantren.
            Kasus di beberapa pondok pesantren banyak pendidik yang mengajar tidak sesuai dengan kafa’ahnya (keahlian). Pelajaran Biologi terkadang diajar oleh alumni lembaga pendidikan agama. Pelajaran Agama juga terkadang diajar oleh alumni lembaga pendidikan umum. Hal ini akan menimbulkan dampak serius dalam transformasi ilmu. Boleh jadi ada yang salah dan tidak akurat dalam penyampaian sehingga menimbulkan bias bagi santri pasca lulus dari pesantren. Spesialisasi guru sangat dituntut agar mutu lulusan sistem madrasah pondok pesantren dapat bersaing dengan lembaga pendidikan umum dan pendidikan Islam lainnya.

Pengadaan Fasilitas  Fisik dan Non Fisik
            Harus ada keseimbangan dalam pengadaan fasilitas. Pondok pesantren tidak boleh hanya fokus menyiapkan sarana untuk pengembangan kurikulum Depag dan keilmuan pesantren saja tapi juga harus melengkapi fasilitas pengembangan kurikulum Depdiknas. Pengadaan laboratorium IPA, sarana olah raga, pustaka, labor komputer dan internet serta fasilitas penunjang lainnya. Pengadaan fasilitas juga tidak hanya berupa bangunan fisik semata tapi didukung dengan mengadakan kegiatan-kegiatan lomba bernuansa ilmiah. Pembentukan kelompok-kelompok studi ilmiah juga akan sangat mendukung pengembangan sistem semua kurikulum, baik itu bidang sains dan teknologi ataupun bidang agama dan pengetahuan umum.
            Dengan menerapkan ketiga langkah tersebut maka sistem madrasah akan menjadi tawazun terhadap semua kurikulum yang ada. Sudah seharusnya khittah (ciri khas) sistem madrasah mampu menyeimbangkan posisinya terhadap ketiga kurikulum tersebut sesuai dengan prinsip yang dicetuskan para pendahulunya. ***

#artikel ini sudah diterbitkan sebanyak 3 kali di harian Koran Jambi Ekspress JPPN pada rubrik Untukmu Guruku pada tahun 2009 dan 2010



Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENERIMAAN SANTRI BARU MA PP DINIYYAH AL AZHAR MUARA BUNGO-JAMBI