Kriminalitas Sains Dalam Perkembangannya

Kriminalitas Sains Dalam Perkembangannya

                                                            Oleh. Sunandar, S.Si
                                        Dosen Biologi Universitas Muara Bungo (UMB)
                                        Pengajar Biologi Ponpes  Diniyyah Muara Bungo 
                                        Alumni jurusan Biologi FMIPA UNAND Padang


Mungkin judul diatas terkesan radikal bagi orang awam. Namun, jika ditelaah dari perjalanan sains (pengetahuan ilmiah) ternyata pernyataan tersebut memang dapat dibuktikan. Betapa banyak kekerasan dan kejahatan yang terjadi di atas dunia ini berangkat dari sebuah ketidak adilan sains dalam menyikapi persoalan di tengah masyarakat.
Sebuah kisah kejahatan kemanusiaan akibat pengaruh sains telah terjadi di negara-negara maju pada awal perkembangannya. Munculnya kapitalisme, komunisme, fasis, nazi dan berbagai pemikiran kriminal pada era modern tak terlepas dari pengaruh sains tersebut. Bahkan munculnya gejolak sosial di Amerika dan Eropa pada masa-masa awal kebangkitan menuju negara maju, tak terlepas dari cara pandang sains kala itu.
Sains yang sangat berhubungan sekali dengan masalah kriminalitas ini adalah eugenetika yaitu sebuah pemikiran yang berpijak pada konsep evolusi dan genetika dimana menganggap suatu ras, suku, agama atau kelompok tertentu lebih pantas unggul dan dihormati dibandingkan kelompok lainnya. Tentu saja akibat dari pemahaman radikal ini telah menimbulkan kejahatan dan peperangan dimana-mana pada masa itu. Bahkan di sebagian negara maju dan berkembang masih ada yang mempertahankan pemikiran eugenetika ini sampai terjadi kekacauan sosial di tengah kehidupan berbangsa. 
            Pengaruh eugenetika telah mengakibatkan hilangnya ratusan ribu nyawa manusia di beberapa negara maju. Para pendukung eugenetika beranggapan hanyalah masyarakat kelas atas, orang kaya, kulit putih, beragama tertentu dan berbadan sehat saja yang dapat membawa kemajuan bangsa. Sedangkan para pengangguran, orang-orang cacat, penjahat dan idiot dianggap sebagai pembawa masalah kriminal di tengah kehidupan mereka.
       Dampak yang ditimbulkan dari pemahaman eugenetika sungguh mengerikan. Pada tahun 1907 di Amerika Serikat (AS) telah terjadi suatu kejahatan HAM berupa pemandulan manusia secara terorganisir melalui suatu perundang-undangan. Sasaran pemandulan ini adalah masyarakat kelas bawah, kulit hitam atau berwarna ( baca: selain putih), para penjahat, idiot dan para pengangguran. Tujuan program ini adalah mengamankan kecerdasan generasi bangsa yang berasal dari kalangan atas kulit putih dengan meredam pertumbuhan kelas bawah yang didominasi kulit hitam dan berwarna.
       Pernyataan tegas justru pernah disampaikan presiden AS Calvin Coolidge yang melarang ras nordik (kulit putih AS) kawin dengan orang yang berada di luar kalangannya. Hal ini dianggap menimbulkan dampak bakal melemahnya keunggulan ras merek di masa depan.  Hingga tahun 1935, diperkirakan sebanyak 20.000 nyawa telah hilang akibat kesalah pahaman pemerintah AS terhadap eugenetika ini.
       Peristiwa yang sama juga terjadi di Jerman. Saat pemerintahan dikuasai Nazi, sebanyak 375.000 nyawa juga melayang. Kebanyakan mereka adalah kalangan orang yahudi, muslim, orang cacat dan ras di luar bangsa Arya. Pada waktu itu, pemerintahan Jerman yang dipimpin Hittler sangat getol mendukung pemikiran evolusi Charles Darwin yang menyatakan hanyalah makhluk yang kuat dan mampu beradaptasi sajalah yang dapat lolos dari seleksi alam. Hittler menafsirkan ras Arya adalah bangsa yang kuat yang telah lolos dari seleksi alam dan pantas berkembang di atas muka bumi ini.
       Jika ditelaah secara cermat, antara eugenetika dan konsep Darwin mempunyai benang merah yang sama dalam kejahatan sains di atas. Eugenetika pertama kali  dicetuskan Francis Galton (1883) yang juga merupakan saudara sepupu Charles Darwin pencetus konsep evolusi makhluk hidup berdasarkan seleksi alam. Secara tak langsung juga didukung dari konsep Mendel, adanya gen dominan dan resesif dalam pewarisan sifat. Konsep-konsep ini dipahami secara belum matang kala itu, sehingga dijadikan kepentingan politis kalangan atas untuk membasmi kalangan bawah.
       Adanya keinginan besar ras tertentu untuk menguasai dunia telah menjadikan konsep eugenetika sebagai pegangan yang ilmiah. Agar regenerasi keunggulan ras berlanjut, diperlukan keamanan stabil di lingkungan dengan mencegah pertumbuhan ras lain. Orang kaya kalangan atas akan diberi keleluasaan mempunyai banyak anak sedangkan kaum miskin dicegah berkembang bahkan sampai dimandulkan karena dikuatirkan akan menurunkan kualitas bangsa.
       Pemikiran eugenetika telah menjadi catatan hitam perkembangan sains. Di sisi lain pemikiran Evolusi Darwin juga ikut terlibat mempengaruhi eugenetika. Tak heran eugenetika merupakan akar radikal sains yang melahirkan persenjataan modern di kalangan ras-ras dunia seperti penciptaan senjata kimia, biologi dan nuklir. Semua itu bertujuan memberikan keamanan pertumbuhan ras tertentu dan menakuti serta mencegah pertumbuhan ras,suku dan kalangan berbeda lainnya.
       Secara ilmiah tidak ada yang salah dari pemikiran evolusi Darwin meskipun pada masa sekarang ada sedikit perubahan cara pandang terhadap konsep pemikiran itu. Pada masa Darwin, pengamatan evolusi hanya tertumpu pada bagian morfologi (luar) makhluk hidup semata sedangkan pasca Darwin yang diperjuangkan oleh Neodarwinisme (paham darwin baru) sudah mengarah pada bagian molekular sel. Orang-orang seperti Fisher, Haldane dan Wright adalah orang-orang neodarwinisme yang sangat getol mempertahankan konsep Darwin sepanjang waktu. Secara tersirat mereka juga mendukung konsep eugenetika meski seiring waktu mengalami ketertinggalan.
       Gen dianggap oleh kalangan pendukung eugenetika sebagai sesuatu hal yang sangat sakral dan bersifat statis untuk diturunkan. Orang cerdas akan melahirkan anak cerdas, orang kuat akan melahirkan anak kuat dan begitu juga dengan orang sehat akan melahirkan anak sehat. Sifat-sifat itu akan terwarisi antar generasi melalui gen (genotip). Faktor Intelektual Quotient (IQ) menjadi parameter untuk menyeleksi seseorang dalam perkawinan demi menyelamatkan dan mempertahankan keunggulan ras pada generasi masa datang.
       Pembuktian secara ilmiah terbaru telah menggugurkan konsep ini dimana gen bukanlah penentu dari kecerdasan dan keunggulan suatu ras, suku dan kelompok tertentu. Faktor gen hanya mempengaruhi paling maksimal hanya 50 persen sedangkan sisanya dipengaruhi oleh lingkungan yang mendukung untuk pengembangan diri. Anak berbakat bisa dilahirkan dari bapak atau ibu yang cerdas tapi belum mampu menjadi anak yang pintar tanpa bimbingan yang baik dari lingkungan. Bahkan faktor emosional yang dikendalikan dari lingkungan menjadi pemicu keunggulan bangsa.
       Gen juga bukan sebuah alat ramal untuk menentukan nasib masa depan tapi lingkunganlah yang menjadi faktor penentu. Seseorang berkulit hitam ketika diejek-ejek dan ditindas, secara perlahan akan memunculkan emosionalnya untuk bangkit memberontak yang pada akhirnya akan melahirkan kemandirian dan kecerdasan. Terpilihnya Barack Obama sebagai presiden AS di masa sekarang merupakan salah satu bukti proses yang dimaksud tersebut.
       Walau pembuktian secara ilmiah terbaru menyatakan persoalan itu salah tapi konsep eugenetika masih tetap dipertahankan hingga sekarang. Tentu saja, ini lebih banyak kepentingan politisnya dibandingkan keinginan untuk mempertahankan kemajuan bangsa. Seseorang yang menginginkan anak cerdas, akan berusaha mencari pasangan yang cerdas. Begitu juga dengan seseorang yang menginginkan anak sempurna akan menghindari pasangan yang mengalami cacat secara fisik. Sifat-sifat unggul ini selalu dilihat dari sisi silsilah gen induknya. Tentu saja harapan dibalik itu adalah untuk menghasilkan keturunan yang cerdas yang dapat membawa kemajuan bangsa.
        Konsep sesat ini masih berkembang di AS sampai saat ini. UU tentang pemandulan untuk kalangan bawah, pengangguran, idiot dan orang cacat masih tetap dipertahankan di 22 negara bagian AS.  Sasaran utama masih tetap sama, ras kulit hitam dan kulit berwarna.
       Sulit membayangkan jika eugenetika merupakan ajaran sesatnya sains. Namun sesat disini jangan dipahami bukan sesuatu hal yang ilmiah tapi lebih dikarenakan akibat yang ditimbulkan dari pemikiran ini dan kepentingan politis yang bermain dibelakangnya. Eugenetika selalu menjadikan dalih ilmiah untuk menyelamatkan umat manusia dan nasib bangsa dengan menekan pertumbuhan suatu ras dan kalangan yang tak diinginkan. Seandainya nurani bermain disini, maka pelanggaran kemanusiaan ini tidak bakal terjadi.
        Sains butuh bimbingan moral dan agama untuk berkembang. Tidak selamanya sesuatu yang ilmiah menjadi tuhan dalam kehidupan karena ada nurani bermoral dan beragama yang membimbingnya. Biarkan anak cacat lahir ke atas muka bumi karena kita tidak tahu kebaikan apa yang mereka bawa nantinya. Albert Einstein dan beberapa penemu sains di dunia adalah kalangan orang cacat. Mereka telah menghasilkan karya besar bagi dunia berkat motivasi dan bimbingan yang diberi lingkungan pada mereka. Ketika ilmu ini tidak dipahami dengan konsep moral dan agama maka yang terjadi adalah peningkatan kejahatan dan kriminalitas kemanusiaan di atas muka bumi ini. Sudah saatnya dunia berkembang penuh cinta dan perdamaian.***

Artikel ini sudah pernah diterbitkan pada harian Koran Jambi Ekspres rubrik Untukmu Guruku Tahun 2009.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENERIMAAN SANTRI BARU MA PP DINIYYAH AL AZHAR MUARA BUNGO-JAMBI

MENGEMBALIKAN KHITTAH SISTEM MADRASAH DI PESANTREN