Cerita Teror Dibalik Pena Jurnalis-ku
Menjadi jurnalis tidak hanya bermodal skill menulis tapi lebih penting dari itu harus punya mental yang kuat menghadapi segala teror pihak berkepentingan. Begitulah yang kurasakan selama 10 bulan menjadi seorang jurnalis koran harian "RADAR BUTE", anak media jppn di Kabupaten Bungo.
Bagiku menulis bukan hanya sekedar kepuasan karya terpublish tetapi suara pencerahan publik atas tindak tanduk prilaku pimpinan di daerahnya. Tidak semua pimpinan menyukai sikap dan prilakunya boleh diketahui publik,terutama terkait hal-hal yang akan mengancam eksistensi kedudukan dan kekuasaan nya. Hal ini tak jarang menjadi ancaman eksistensi jurnalis sebagai pemburu berita yang diharapkan publik.
Berikut beberapa peristiwa yang pernah aku alami selama liputan berita penting di Kabupaten Bungo :
1. Konflik dengan Bupati Bungo pada tahun 2007 terkait liputan pemberitaan "penangkapan tersangka illegal logging di Desa Karak, Bungo".
Ini adalah konflik terbesar yang pernah saya alami semasa jadi jurnalis yang berujung sikapku memilih resign. Teror yang teramat luar biasa sampai akhirnya menyisir pemanggilan ayahku oleh oknum satpol PP k rumah dinas Bupati Bungo kala itu. Hal ini disebabkan sikap kerasku yang tak mau melayani pemanggilan bupati ke rumah dinas guna membahas penyelesaian terkait liputan beritaku. Disisi lain , pimpinan ku memilih jalan damai tidak mempublish berita yang aku liput demi menghindari tekanan yang lbh besar k depannya.
2. Konflik dengan Ketua LSM PEDAS Bungo yang merangkap jadi ketua KPU Bungo tahun 2007, adanya pemberitaanku terhadap salah satu anggota kerabatnya yang menjabat anggota DPRD Bungo terjerat ijazah palsu setelah putusan pengadilan tetap a/n"Anhari" tetapi tidak juga dicopot dari keanggotannya. Pemanggilan aku telah melibatkan beberapa anak buah beliau ke kantor kerja saat sore hari. Merespon itu, lalu aku dengan nekad menemui Ketua LSM PEDAS. Dari situ beliau meminta aku untuk tidak lagi memberitakan terkait ijazah palsu Anhari dan juga menyatakan bahwa beritaku akan sangat berbahaya, tidak hanya mengancam seorang Anhari saja tetapi juga akan menyeret 4 anggota dewan penting lainnya dengan masalah sama.Salah satu dari 4 anggota dewan itu adalah masih orang kampungku sendiri, tentunya ancaman akan berdampak sangat kuat ke depannya padaku dan keluarganku.
3. Konflik dengan Bapak Syafii, pemilik pangkalan minyak Tanah Simpang Jambi terkait harga jualan minyal tanah berada diatas HET (harga eceran tertinggi) pemerintah. Putra syafii yang kebetulan seorang anggota TNI melakukan pemukulan dan pengeroyokan bersama anak buahnya terhadapku, sekaligus melakukan perampasan terhadap kartu pers-ku.
4. Konflik dengan Kepala Kemenag Bungo dan Kepala MAN Labor Bungo karena terkait pemberitaan kasus pemotongan gaji para honorer di MAN Labor Bungo. Terjadi keributan alot, saat diriku dipanggil ke ruang Kankemenag Bungo dengan dihadapkan dengan Kepala MAN Labor kala itu. Ketegangan urat syaraf dan perang kata kata penuh emosional dilakukan beliau terhadapku. akupun melayani, akhirnya kepala MAN labor tak bisa mengelak atas segala fakta liputanku. Sepekan selanjutnya kepala MAN Labor memilih minta dimutasi kerja kan ke madrasah di Kota Jambi
5. Konflik dengan pejabat Kemenag Bungo, kasubbag TU dan kepala KUA Kec Pasar Muara Bungo terkait biaya nikah yang mahal dan tidak sesuai aturan undang-undang.
Begitulah, kenanganku semasa menjadi jurnalis RADAR BUTE pd waktu Januari sampai Oktober tahun 2007.
Komentar
Posting Komentar