Senin, 30 Juni 2025

TUGAS BEST PRACTICE PPG DALJAB UMM Malang : Bernalar Kritis Fase E

 

Peningkatan daya nalar kritis peserta didik Fase E melalui model pembelajaran Project Based Learning di MAS Diniyyah Muarabungo Jambi

Oleh. Sunandar, S.Si

 

Bernalar kritis merupakan sebuah harapan jangka panjang yang sangat diinginkan dalam proses pendidikan anak bangsa abad 21. Tak dapat dipungkiri, kompleksitas tantangan masa abad ini sangat menuntut ketersediaan generasi cerdas dan bernalar kritis agar mampu menyesuaikan diri dengan ragam tantangan zaman tersebut. Kondisi ini sudah dibaca oleh para pemangku kebijakan negeri ini dengan mereformasi kurikulum pendidikan nasional. Kurikulum yang tidak hanya melihat sisi pengembangan aspek kognitif dan psikomotorik semata tetapi perlunya penguatan sisi afektif (sikap) profil pelajar pancasila yang menjadi nilai jati diri asli bangsa Indonesia itu sendiri. Diantaranya; beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkebhinnekaan global, gotong royong, kemandirian, kreatif dan bernalar kritis itu sendiri. Adanya kemampuan bernalar kritis menjadi titik vital tersendiri di saat anak bangsa dihadapkan ragam tantangan nilai-nilai yang datang dari dunia luar.

Kebutuhan menghasilkan generasi bernalar kritis pada hakikatnya adalah mendukung tujuan utama pendirian negara ini yang telah termaktub dalam pembukaan UUD 1945 pada alinea keempat yaitu, mencerdaskan kehidupan berbangsa. Harapannya akan terlahir sumber daya manusia yang unggul sehingga dapat mencapai kehidupan yang adil, makmur dan sejahtera bagi seluruh rakyat Indonesia.

 Kesiapan melahirkan generasi bernalar kritis dalam satu kesatuan karakter bersama dalam profil pelajar pancasila lainnya telah menjadi keharusan. Generasi yang dimaksud tentu saja generasi yang saat ini sedang menimba pendidikan di dunia sekolah dasar dan menengah yang lebih dikenal dengan istilah generasi Z. Nasib bangsa pada masa 15 sampai 30 tahun mendatang, akan sangat ditentukan terhadap penguatan kualitas mereka yang kita lakukan pada saat ini di bangku sekolah. Salah satu benteng pondasi yang diharapkan adalah tumbuh dan berkembangnya daya nalar kritis. Jika mereka tidak dipersiapkan hal itu, maka konsekuensi nasib mereka kelak akan tergilas dan tersingkir dengan sendirinya di tengah hegemoni globalisasi yang kuat. Bisa saja mereka seakan menjadi terasing dan tamu di tanah milik moyang mereka sendiri.

Kemampuan bernalar kritis merupakan salah satu profil pelajar pancasila yang sedang dikembangkan dalam kurikulum merdeka belajar yang telah dituangkan pada Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2020-2024. Salah satu cara pengembangan daya bernalar kritis pada kurikulum merdeka tersebut adalah adanya penerapan melalui model pembelajaran Project Based Learning (PJBL) terhadap para peserta didik di sekolah atau madrasah.

Secara penilaian pribadi saya sendiri,  konsep model PJBL ini sangat menarik, meskipun terkesan awalnya disikapi pesimis sebagian para guru, termasuk saya sendiri. Ada kesan, seakan perubahan kurikulum yang sering terjadi di negeri ini hanya semacam proyek kepentingan rezim penguasa semata disebabkan seiring bergulirnya kepemimpinan baru di negeri ini. Termasuk kesan terhadap kurikulum baru saat ini, yaitu; kurikulum merdeka belajar yang mengembangkan salah satu ruh model pembelajaran PJBL di dalamnya.

Sebelum mengenal PJBL, saya selalu merasa optimis dengan pengalaman saya yang telah mengajar mata pelajaran Biologi selama 15 tahun di MAS Diniyyah Muarabungo Jambi. Pengalaman yang cukup lama itu dirasa sudah mumpuni dalam mentransfer pengetahuan kepada peserta didik yang selalu silih berganti setiap tahunnya. Saya merasa keukeh tidak perlu terlalu tergerus dengan perubahan kurikulum apapun yang dikembangkan pemerintah.

Berbekal pengalaman mengajar lama dengan totalitas mentransfer seluruh materi biologi yang terpusat (Teacher Centre) kepada peserta didik, dirasa telah cukup sukses menghasilkan peserta didik-peserta didik yang berprestasi pada ajang Olimpiade Biologi selama delapan tahun terakhir ini. Dengan capaian tersebut, merasa tidak perlu mengubah cara mengajar saya yang terkesan dianggap konvensional bagi pemerhati pendidikan masa kini. Bagi saya, setiap model pembelajaran pada dasarnya tujuan sama saja,  yaitu; mentransfer ilmu dari guru ke peserta didik, hanya saja teknis penyampaiannya saja yang sedikit berbeda. Kalau tujuannya sudah sama, berarti tidak masalah memakai metoda terbaik yang telah kita terapkan selama ini.

Selama ini saya selalu memberikan materi Biologi melalui dengan metoda ceramah. Seiring waktu, saya mulai menyadari. Meskipun beberapa peserta didik binaan saya mampu meraih banyak prestasi Biologi, ternyata persentase itu masih sedikit dibandingkan jumlah keseluruhan anak didik yang mengikuti proses pembelajaran Biologi bersama saya.  Hanya ada sekitar 15 persen saja yang mampu berprestasi tinggi, selebihnya hanya berkemampuan biasa saja bahkan ada yang mencapai dibawah standar. Hal yang lebih mengherankan lagi, mereka yang berprestasi tersebut ternyata hanya mampu mengembangkan wawasan pengetahuan sebatas hafalan saja, selebihnya masih sangat kurang mengembangkan analisa menghadapi soal-soal yang bernalar tinggi. Hal ini terbukti, pada saat mereka mengikuti ajang Olimpiade Biologi pada level provinsi ke atas, selalu gagal meraih juara tiga besar.

Saya mencoba mengkaji akar permasalahannya. Ternyata soal-soal yang mereka hadapi bukan soal-soal bersifat hafalan tetapi sudah menuntut kemampuan menganalisa yang lebih dikenal dengan soal HOTS. Tentu saja, soal-soal HOTS tersebut hanya mampu dijawab oleh para peserta didik yang sudah terbiasa memiliki daya nalar kritis melalui penempaan proses belajar yang mendukung pengembangan analisa berpikir yang kritis.

Saya bersyukur !. Pada pekan terakhir bulan Juli 2022, saya mendapatkan kesempatan mengenal lebih dalam kurikulum merdeka belajar melalui Program Profesi Guru (PPG) Daljab 2022 di Universitas Muhammadiyah Malang. Program yang berlangsung selama 50 hari ini telah saya lalui hampir selama 30 hari sampai saat ini. Tentu saja, kurikulum merdeka ini baru pertama kali saya dapatkan, mengingat saya yang berasal madrasah swasta selama ini selalu kesulitan mendapatkan kesempatan mengikuti pelatihan kurikulum pemerintah.

Sebuah aura pencerahan baru terkait model pembelajaran telah membuka kebuntuan cara berpikir dalam mengatasi persoalan yang saya alami selama ini. Paradigma berpikir saya selama ini, setiap generasi itu sama saja tantangannya sehingga tidak perlu mengubah cara mengajar terhadap mereka. Ternyata paradigma itu adalah kesalahan terbesar saya lakukan selama ini.

Generasi yang saya hadapi saat ini sebenarnya memiliki tipikal dan psikologis yang berbeda dengan generasi-generasi masa saya atau peserta didik-peserta didik yang pernah saya ajarkan pada masa-masa awal dahulu sebelumnya. Generasi saat ini yang lebih dikenal dengan generasi Z adalah generasi abad 21 yang terpengaruh dengan tantangan arus globalisasi. Mereka sangat mudah mendapatkan pengetahuan dimana saja tanpa melalui guru. Cukup searching Google, Youtube dan beberapa jurnal ilmiah lainnya, segala informasi pengetahuan penting dipastikan telah mereka dapatkan. Bahkan pengetahuan yang didapatkan itu, terkadang mengalahkan pengetahuan yang diketahui guru pada beberapa persoalan tertentu.

Disinilah saya menyadari, model pembelajaran berbasis ceramah atau Teacher Centre ternyata tidak tepat diterapkan pada zaman ini karena pengetahuan yang mereka dapatkan bisa lebih luas dari apa yang diajarkan guru. Disinilah peran guru harus diubah menjadi fasilitator yang mampu mengarahkan mereka pada kemandirian belajar dan berdiskusi sehingga menumbuhkan daya nalar kritis ke depan. Itulah model pembelajaran yang berpusat pada siswa (Student Centre) yang menjadi gaya kurikulum merdeka belajar abad 21.

Saat kegiatan Praktek Pengalaman Lapangan (PPL) aksi pertama, saya coba menerapkan model pembelajaran PJBL yang menjadi bagian kurikulum merdeka belajar. Penerapan saya lakukan secara luring terkait materi “keanekaragaman hayati dan peranannya” pada kelas 10 (Fase E). Target hasil akhir PJBL ini adalah peserta didik mampu membuat produk kunci identifikasi tumbuhan berbiji berupa video atau poster yang sangat membantu banyak orang mengenal lebih jauh terkait ragam karakter tumbuhan tersebut. Beberapa sintaks PJBL coba saya terapkan, mulai dari tahap mengajukan pertanyaan mendasar, tahap mengorganisasikan kelompok diskusi, tahap mendesain perencanaan proyek, tahap memonitor pelaksanaan proyek, tahap pengujian produk melalui presentasi di depan kelas, dan tahap terakhir refleksi pengalaman mereka dalam pembuatan proyek tersebut.

Alhasil, saya melihat suasana hidup penuh semangat dan kegembiraan saat proses pembelajaran mereka. Adapun video penerapan PJBL yang telah saya lakukan dapat dilihat pada link berikut; https://youtu.be/i6UkGW0TcEk. Semangat berdiskusi mereka dalam mencari solusi terbaik, saling adu argumentasi  meyakinkan antar sesama, dan kreatifitas produk proyek dihasilkan yang menarik benar-benar terlihat. Suasana pembelajaran tersebut telah mampu merangsang daya nalar kritis mereka saat menilai produk sendiri dan produk yang dimiliki kelompok lain. Tentu saja semua sikap dalam proses pembelajaran yang mereka lakukan tersebut tetap dikontrol melalui penerapan karakter profil pelajar pancasila.

Tidak hanya aspek produk proyek yang dihasilkan saja, ternyata peningkatan daya nalar kritis mereka juga terlihat saat menjawab soal essay formatif level HOTS yang diberikan pada pertemuan akhir pembelajaran. Jawaban-jawaban dari soal essay tersebut penuh dengan ragam alasan dan berwawasan yang cukup luas. Tidak seperti masa generasi sebelumnya, kebanyakan soal dijawab dengan lebih singkat dan seragam disebabkan lebih mengedepankan hafalan semata.

Disinilah saya menyadari, model PJBL pada kurikulum merdeka belajar telah mampu menghidupkan semangat belajar generasi anak bangsa saat ini di madrasah tempat saya mengajar. Meskipun ini baru pertama kali diterapkan saat kegiatan PPL, tetapi saya merasakan ini sebuah energi positif yang membuka wawasan baru saya untuk menerapkan model pembelajaran ini selalu ke depannya. Tentu saja, pengetahuan ini akan saya tularkan pada teman-teman sejawat. Harapannya, peningkatan daya nalar kritis siswa semakin lebih baik sehingga mampu menambah daya saing peserta didik dengan dunia luar nantinya. Doakan kami konsisten ya !

Salam Merdeka Belajar !

DAFTAR PUSTAKA

 

Direktorat Jenderal PAUD Dikdas dan Dikmen Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi. 2022.  Profil pelajar Pancasila. Jakarta

Fauzi, Ahmad. 2022. Merancang dan Mengimplementasikan Pembelajaran Berbasis Proyek.  https://youtu.be/dPhKXk61Bu4

Katiksimajolelo,Sunandar. 2022. PPL Biologi Aksi 1 PPG DALJAB 2022: PJBL Luring. https://youtu.be/i6UkGW0TcEk

Kurniasih, Wida. 2022.  4 Tujuan Negara Indonesia berdasarkan Undang-Undangn Dasar 1945.https:// www.gramedia.com

Kusumah, Wijaya. 2021. Apa bedanya student center dan teacher center ?. https://kompasiana.com



TUGAS BEST PRACTICE PPG DALJAB UMM Malang : Bernalar Kritis Fase E

  Peningkatan daya nalar kritis peserta didik Fase E melalui model pembelajaran Project Based Learning di MAS Diniyyah Muarabungo Jambi O...